Mendadak Rajin Naik Kereta

TMT 6 Februari 2017, akhirnya saya kembali menjejakkan kaki di pulau Jawa…. Huahaha…. Mohon maklum, merantau di pulau seberang membuat pulang kampung (baca : pulang pulau :p) menjadi terasa begitu bermakna.

Kali ini, untuk sementara waktu saya bakal berdomisili di salah satu kota besar di Jawa Timur, yang terkenal akan Tugu Pahlawannya. Alhamdulillah, jadi lumayan dekat dengan rumah keluarga di Malang, Solo, Jogja, Semarang, Demak dan Jakarta. Dimana semua kota kota tersebut  dapat dengan mudah terhubung melalui satu moda transportasi darat bernama kereta. Sebenernya bis juga bisa sih, cuma setelah melewati beberapa kali uji coba, saya prefer menggunakan kereta, karena ternyata sekarang Kereta Api kita sudah lebih tepat waktu dan nyaman… (tepuk tangan utk PT. KAI).

Kereta kelas ekonomi yang dulunya tumplek bek bertumpuk tumpuk semua orang bisa masuk berjajar kek pindang, sekarang sudah duduk per nomer kursi, ada ACnya, dan bersih pulak. Kursinya berjejer dengan formasi 2-3 hadap hadapan, dengkul ketemu dengkul (kalo ini tetep dari dulu sih). Merasa kurang nyaman dengan ekonomi ? Ada pilihan kereta kelas bisnis yang juga sekarang nggak ada lagi yg bisa masuk tanpa hak kursi. Pengen lebih nyaman lagi ? Ada kelas Eksekutif yang udah hampir mirip banget sama naik pesawat, bahkan kursinya lebih nyaman karena ruang kakinya lebih lega, ACnya terasa lebih dingin (pake banget).

Tapi terutama, dibandingkan dengan bis, perjalanan menggunakan kereta api lebih bisa diperhitungkan waktunya, karena terhindar dari resiko macet karena kepadatan kendaraan di jalanan ataupun karena adanya perbaikan jalan. Ini kemarin sudah saya buktikan, perjalanan surabaya – solo dengan menggunakan kereta api hanya berkisar kurang lebih 6 jam, namun sebaliknya solo – surabaya menggunakan bis, perjalanannya memakan waktu kurang lebih 10 jam. Dimana 2 jam terakhir itu saya tersiksa menahan hasrat pengen buang air kecil :(. Kalau di kereta api kan ada kamar mandinya….

Sebulan belakangan ini saya sudah naik kereta api rute Surabaya – Jakarta, Surabaya – Solo, Surabaya – Jogja, Surabaya – Semarang, Surabaya – Malang, Jogja – Malang. Masih ada 3 bulan lagi masa masa di Pulau Jawa, dan sepertinya masih banyak kesempatan menggunakan kereta api. Rasa-rasanya saya bakal menjadi salah satu railfans…..

 

Dua tahun di Gorontalo

Dua tahun sudah saya menjejakkan kaki di Gorontalo, di tanah Hulondalo kalau orang sini bilang. Dua tahun, 24 bulan, tapi tetap belum cukup waktu bagi saya untuk banyak menjelajah aneka ragam tempat wisata dan budaya yang begitu banyaknya di wilayah Gorontalo ini. Jangankan di satu provinsi, di satu kabupaten Gorontalo Utara tempat saya tinggal saja sepertinya masih banyak tempat yang belum saya jelajahi. Mohon maklum, keterbatasan waktu (karena tetap harus mengutamakan tugas) dan ketiadaan transportasi yang memadai (belum sanggup beli mobil, hehe) membuat saya harus memendam keinginan untuk menjelajahi jengkal demi jengkal tanah Gorontalo.

Tapi di antara itu banyak alasan halangan itu, izinkan saya berbagi sedikit dari yang amat sedikit yg sudah saya alami dan rasakan selama dua tahun di tanah Gorontalo ini.

1. Sambal dabu-dabu, sambal pidis ala Gorontalo. Hari demi hari, saya melihat masyarakat di sekitar saya tinggal sangat amat senang sekali sama yang namanya ikan bakar, sebut saja ikan Goropa, ikan batu, ikan tengiri bahkan terakhir kemarin saya sempat menikmati Baby Tuna bakar. Mungkin karena memang dekat dengan TPI Kwandang, jadi akses untuk mendapatkan ikan segar sangat mudah. Dan yang lebih khas lagi adalah sambal dabu dabu sebagai pelengkap masakan ikan bakar ini. Sambal yang terdiri dari potongan tomat, cabai, dan minyal kelapa ini rasanya begitu menyatu jika dipadukan dengan ikan bakar. Awalnya saya nggak hobi sama jenis sambal ini, tapi lama kelamaan jadi nagih juga. hehe…

2. Pia Gorontalo.  Sudah dua kali saya berkesempatan kembali ke tanah jawa untuk bertemu keluarga. Dan tentu tiap pulang, saya membawa oleh oleh dari Gorontalo untuk diberikan ke sanak saudara, di antara sekian macam oleh oleh Gorontalo, rasa rasanya saya bisa bilang yang paling khas (dan sesuai budget… hehe) adalah Pia Gorontalo. Ada beberapa merk Pia yang terkenal di Gorontalo, yaitu Pia Saronde, Pia Cafesera, Pia Ekspress dan Pia Wijayakusuma (ini bukan iklan ya,…). Biasanya isiannya ada coklat, keju, coklat keju, kacang, dan sekarang juga ada varian rasa durian. Hemat, cermat, bersahaja… eh maksudnya sederhana dan nikmat rasanya.

3. Karlota. Nggak lengkap rasanya bergaul di Gorontalo kalau tidak disambi bakar bakar…. Selain bakar ikan, ada juga Bakarlota…. Istilah lokal untuk ngerumpi, ngebahas berbagai macam isu terkini dan teraktual. Ditambah dengan gaya bahasa serta gesture yang asik, berjam jam pun tak terasa jika topik yang dibahas sangat menarik. Siapa yang punya banyak bahan cerita, bakal jadi pusat perhatian.

4. Pulau Saronde.  Pulau saronde adalah salah satu ikon wisata pertama yang dikenal di wilayah Gorontalo. Sebuah pulau mungil di pesisir utara wilayah Kabupaten Gorontalo Utara yang terkenal dengan pantai pasir putih dan keelokan bawah lautnya. Biasanya saya kemari beramai ramai berombongan dengan menyewa satu perahu, begitu sampai di pulau, grup perempuan turun ke pulau, sementara grup laki laki menerjang samudra untuk memancing ikan… hehe… Hasil dari memancing kemudian dibawa ke pulau Saronde untuk dibakar dan dimakan bersama, sambil bakarlota… :p

Mungkin 4 hal itu yang sangat berkesan selama 2 tahun saya di Gorontalo, semoga makin banyak waktu dan kesempatan bagi saya untuk menjelajah lebih leluasa wilayah Gorontalo yang indah dan khas ini. Can’t wait what can i see next 🙂

Review : Inferno

Inferno, satu film terbaru yang diadaptasi dari novel Dan Brown yang berjudul sama, Inferno.  Kalau nggak salah, saya baca novel ini tahun 2013 an, hasil meminjam paksa dari saudara yang baru aja udah selesai baca duluan. Hehe… Mohon maklum, budget limit, tapi hobi baca banget.

infernointernational

Singkat kata, Inferno tetap memiliki tokoh sentral Robert Langdon (yang masih dipercayakan kepada aktor Tom Hanks), yang kali ini harus berjuang menyelamatkan umat manusia dari virus yang diciptakan oleh Bertrand Zoobrist ( Ben Foster ), seorang milyarder yang punya ambisi untuk mengendalikan populasi umat manusia.

Ceritanya, Langdon mendadak terbangun di sebuah rumah sakit di Firenze, Italia dengan luka serempetan tembakan di kepala menurut dokter Sienna (Felicity Jones) yang merawatnya. Belum juga Langdon pulih sepenuhnya, dia sudah diburu oleh seorang Polisi yang menembak membabi buta di rumah sakit. Dokter Sienna tanpa banyak berpikir langsung menolong Langdon kabur dan membawanya ke apartemennya. Dan cerita pun bergulir. Langdon menemukan tabung rahasia di kantong bajunya, yang ternyata berisi proyektor yang menampilkan “Map of Hell” nya Boticelli  yang merupakan penggambarannya atas Inferno ala Dante dari karyanya Divine Comedy. Karena Langdon menderita insomnia tentang bagaimana dan apa yang dikerjakannya di Firenze, mau tidak mau dirinya mengikuti satu satunya petunjuk yang ada pada dirinya saat itu, menerjemahkan teka teki yang tersembunyi di “Map of Hell” tersebut, cerca trova – cari dan temukan. Continue reading